Ritayati

Asal Mula Nama Biak - Papua

        

Kepulauan Biak-Numfor yang merupakan tempat asal dan tempat tinggal Orang Biak terletak di sebelah utara Teluk Cenderawasih dan terdiri dari tiga pulau besar dan puluhan pulau-pulau kecil. Kabupaten Biak Numfor memiliki tiga pulau besar, yaitu Pulau Biak, Pulau Supiori (sekarang kabupaten Supiori) dan Pulau Numfor. 

Nama Biak yang kita kenal saat ini, tentu saja tidak muncul dengan sendirinya. Asal muasal lahirnya nama Biak, mempunyai sejarah unik tersendiri. Konon kabarnya Pulau Biak sebelumnya dikenal dengan nama Pulau Aimando. Aimando adalah salah satu distrik di Kepulauan Padaido. Distrik adalah wilayah setingkat kecamatan. Nama Aimando merupakan sapaan penduduk tanah besar atau Pulau Biak. Diceritakan bahwa moyang pertama dari orang Biak terdiri dari sepasang suami isteri yang dihanyutkan oleh air bah di atas sebuah perahu dan ketika air surut kembali terdampar di atas satu bukit yang kemudian diberi nama oleh kedua pasang suami isteri itu Pulau Aimando.

Disuatu kala musim teduh dalam Bahasa Biak disebut musim wampasi. Alkisah ada sepasang suami isteri asal daerah Tabi, entah Tobati ataupun Sarmi yang sedang melaut hendak menangkap ikan dengan perahunya.

Hari itu cuaca sangat cerah langit menjadi biru tanpa bendungan awan putih yang menyambar teriknya mentari. Hamparan pasir putih serta permukaan air laut tampak berkilau diterpa sorotan surya yang kian lama kian memancarkan sinar pagi yang terang benderang.

Melihat cuaca pagi yang cukup menjanjikan, sang suami pun mengajak isterinya untuk pergi berlayar.

Suami isteri itupun lalu bergegas menolak perahunya kelaut dengan persiapan bekal makanan dan air minum yang sangat terbatas, mereka mendayung perahunya dan kian lama kian menjauh dari tepian pantai.

Karena asyiknya tanpa menyadari mereka telah hanyut dalam arus timur yang sangat kencang. Dan matahari juga makin lama kian bertakhta diatas langit yang biru kini mengeluarkan teriknya yang bukan kepalang. Kulit terasa terbakar. Sesekali suami isteri itu menyirami kepalanya dengan air laut bila merasa kepanasan.

Mereka terus mendayung tiada henti meski sudah tidak berdaya. Suaminya  merasa kepalanya sakit yang luar biasa oleh terpaan panas matahari. Begitu pula dengan isterinya semakin gatal oleh air laut yang membasahi tubuhnya  karena ombak kian menerpanya.

Suami isteri itupun terombang ambing ditengah laut, dan persediaan bekal mereka telah habis. Isterinya pun berkata “Suamiku saya sudah tidak tahan lagi sambil meneteskan air mata.”

Matahari yang dalam perputarannya selalu berpindah dari titik yang satu menuju titik yang lain dengan perlahan-lahan menyembunyikan diri di ufuk barat.

Disaat kedua suami isteri itu menyadari bahwa hari telah mulai senja, mereka bersiap-siap hendak kembali ke darat.

Namun apa hendak dikata, arah yang ingin dicapai kini telah menjadi kabur karena posisi daratan yang sudah tidak jelas terbaca oleh mereka.

Sang isteri berkata"Suamiku kenapa kita semakin jauh?". Suaminyapun sudah mulai kebingungan, mereka mendayung dan mendayung tanpa arah.

Sepanjang perjalanan mereka hanya mempertahankan hidup dengan kelapa kering yang hanyut, yang dapat dijadikan makanan dan minuman untuk sekedar mengisi perut yang sudah kelaparan.

Pasang surut berganti mereka merubah haluan biduknya, dan disuatu pagi yang indah ceria, tampaklah titik hitam yang membentang dihadapannya.

Dengan hati cemas isterinya berkata "Suamiku lihat disana ada benda hitam, entah buah kelapa atau batang kayu". "Iya isteriku" jawab suaminya.

Dengan tenaga dan semangat suami isteri itu berhasil menembus ombak yang cukup besar. Terdapat banyak genangan air di dalam perahu itu, merekapun segera perlahan menuju daratan.

"Yang terpenting kita harus tahu banyak tentang ombak, jika kita tidak bisa melawan ombak, kita harus bisa berdampingan dengan ombak, dibalik keindahan ombak laut itu ada bahaya besar yang mengancam, sedikit saja tidak berhati-hati ombak siap menelan kita hidup-hidup" kata suaminya sambil mendayung untuk membuat laju perahu stabil. ''Iya suamiku" sang isteri menganggukkan kepala sambil melihat arah daratan di depannya.

Ombak tidak terlalu besar dan angin bertiup tidak terlalu kencang, suaminya segera menurunkan jangkar sederhana yang sudah berkarat kedalam laut, memastikan perahu kayunya tidak terombang-ambing dilaut.

"Isteriku, ikuti aku" Suaminya lalu menceburkan diri kelaut dan segera menyelam, isteri pun segera mengikuti suaminya.

Hanya beberapa menit didalam karena keterbatasan nafas mereka berdua keluar dari dalam laut menuju pinggiran perahu kayu untuk berpegangan.

''Isteriku, ini salah satu yang harus kita cari jika melaut, ini sangat bermanfaat dan harganya juga tidak terlalu murah" kata Suaminya sambal memperlihatkan dan memberikan hewan laut itu pada isterinya.

"Aduh suamiku, tapi ini bentuknya jelek. Apakah benar ini bisa laku, apa nama hewan ini?" tanya isterinya sambal terheran-heran dengan bentuk hewan laut itu.

"Isteriku, ini namanya teripang, walaupun bentuknya jelek tapi mempunyai manfaat yang luar biasa, ini bisa mengobati penyakit tekanan darah tinggi. Jadi harganya juga lumayan" jawab suaminya.

Teripang yang didapat itu diletakkan diperahu dan suaminya tidak ikut menyelam kembali. Kali ini dia membiarkan isterinya untuk menyelam sendiri karena ia percaya dan yakin isterinya sudah mampu. Tidak berapa lama isterinya keluar, sambal berkata "Aduh suamiku,  gatal... gatal....." tangan isterinya terus menggaruk leher dan beberapa bagian ditangannya yang gatal.

"Apa yang terjadi? Apakah kamu terkena ubur-ubur?" tanya suaminya lalu menarik isterinya ke perahu. ''Iya Suamiku, tadi aku melihat bentuknya yang bagus, selain itu terlihat menarik hewan itu, tapi mengapa jadi gatal-gatal seperti ini?" jawab isterinya.

"Isteriku ini memang ubur-ubur, bentuknya bagus tapi kamu harus tahu jika ubur-ubur juga beracun, menjadikan tubuh yang terkena menjadi gatal-gatal. Jadi jangan sembarangan, dilaut banyak hewan atau tumbuhan yang indah tapi dibalik itu semua kamu harus hati-hati bisa jadi mereka semua beracun" kata Sang Suami.

''Ya sudah isteriku kita lanjutkan perjalanan menuju ke daratan" dan Suaminya berkata lagi untuk mengingatkan apa yang ada dilaut, ada yang bentuknya bagus ada pula yang bentuknya jelek. Hewan maupun tumbuhan yang punya kelebihan dari bentuknya tentunya ada yang memiliki kekurangan juga sebaliknya, hewan atau tumbuhan dengan kekurangan dari segi bentuk pasti ada kelebihannya juga seperti teripang dan ubur-ubur.

“Jadi jangan bersedih jika kamu punya kekurangan, dibalik itu kamu pasti punya kelebihan jadi harus dicari kelebihan itu” ucap Suaminya. ”Namun jangan juga terlalu sombong dengan kelebihan yang kamu punya, karena kamu juga harus ingat ada kekurangan dibalik semua itu. Tinggal bagaimana kamu memperlakukan kelebihan dan kekuranganmu itu, ingat ya Isteriku" kata suaminya.

Isterinya lalu terdiam sesaat kemudian tersenyum dengan bahagia terpancar dari wajahnya, sang isteri mendayung sambil berkata "Ayo Suamiku, cepatlah mendayungnya saya sudah tidak sabar". Dengan tekun dan sabar suaminya memutar haluan perahunya menuju arah titik hitam itu.

Semakin lama mereka mendayung, semakin jelas daratan pulau Biak timbul di permukaan air laut dan pada akhirnya jelas terlihat bahwa titik hitam itu adalah sebuah pulau. Lalu suami isteri berkata “Ibyak Kwar!”  yang artinya “Sudah timbul di permukaan laut”.

Sejak itulah pulau Aimando dinobatkan menjadi pulau Ibyak dan lama kelamaan dipersingkat menjadi Byak atau Biak.


PENULIS

Ritayati

ASAL CERITA

Biak Numfor - Papua

BAHASA

Bahasa Indonesia

KATEGORI

Cerita Rakyat

LABEL

biakpapuacerita rakyat biakcerita rakyat papua
Favorit

SEMUA TANGGAPAN

v: 2.2.1