Cianjur dulu adalah sebuah hutan belantara yang sangat lebat. Pepohonan nampak terlihat tinggi sangat gagah berdiri. Pohon-pohon besar terlihat dengan daunnya yang lebat. Hutan yang belum dijamah manusia banyak sekali di tempati banyak hewan. Diantara dedaunan kadang terlihat bergemerisik, nampaklah sekelompok kera saling bergelantungan. Bersuara sangat berisik, dan suara hewan lain pun menimpali, saling bersahutan seakan mengisi ruang hutan dari kesunyian. Kadang harimau nampak dikegelapan malam, bahkan sang ular berbisa berdesis menampakkan pula kekuatannya. Hewan-hewan kecil pun tidak ketinggalan nampak sangat damai hidup di rerumputan hijau.
Di sebuah daerah yang sudah dihuni oleh warga, dipimpin oleh seseorang yang bernama Rd. Jayasasana. Beliau merupakan pemimpin yang adil dan bijaksana. Beliau merupakan salah satu tokoh yang sangat dicintai rakyatnya, sebagai rasa hormat tehadap kepemimpinannya, maka rakyatnya mengangkat beliau sebagai pemimpin. Banyak sekali pengobanan Rd. Jayasasana terhadap tanah leluhurnya. Karena rasa cintanya kepada rakyat tersebut membuat Rd. Jayasasana mendapat gelar Rd. Aria Wiratanu dari Cirebon.
Selain menjadi pemimpin yang bijaksana sekaligus juga menjadi ulama besar di kota Cianjur. Beliau juga menyebarkan agama Islam di Cianjur dan selalu memerhatikan kesejahteraan rakyatnya, sampai akhirnya berdirilah kota Cibalagung. Cibalagung kota yang pertama dipimpinnya.
Rd. Jayasasana memiliki beberapa orang putra. Salah satu putranya yang bernama Rd. Wira Manggala diberikan tugas untuk mencari tanah yang baru di sepanjang sungai. Rd. Wira Manggala atau Rd. Aria Wiratanu II terkenal juga dengan gelar Dalem Tarikolot. Setelah menerima perintah dari ayahandanya, Rd. Wira Manggala dan rombongan pergi mencari tempat yang sesuai dengan petunjuk dari ayahnya. Hingga akhirnya tibalah rombongan di suatu tempat yang belum dihuni manusia.
Rd. Wira Manggala dan rombongan tiba di suatu tempat yaitu sebuah hutan belantara. Dengan bergotong royong rombongan membuka lahan baru di tanah yang baru didatangi. Lahan baru baru yang baru dibuka itu, berdasarkan kesepakatan bersama diberi nama kampung muka. (Muka dalam Bahasa Indonesia artinya buka).
Karena Rd. Wira Manggala merasa bahwa tempat yang ditujunya belum sesuai dengan apa yang diamanatkan ayahnya, akhirnya rombongan kembali melanjutkan perjalanan. Sampailah rombongan di hutan belantara yang banyak pepohonan tinggi. Hutan yang didatangi merupakan hutan yang banyak burung elang nya. Keadaan hutan yang banyak sarang burung elang itu membuat rombongan sepakat memberi nama baru pada daerah itu. Nama tempat itu adalah "Sayang Heulang". (Sayang heulang dalam Bahasa Indonesia adalah Sarang Burung Elang).
Rd. Wira Manggala masih belum puas dengan tempat yang baru, akhirnya rombongan meneruskan kembali perjalanannya. Tiba di daerah dataran yang agak tinggi, Rd. Wira Manggala berdiri dengan gagahnya. Dari tempat berdirinya, beliau dapat melihat kesegala arah. Matanya memandang keindahan tempat yang baru disinggahnya. Pemandangan yang indah terlihat sepanjang mata memandang. Rd. Wira Manggala sangat takjub dengan keadaan daerah itu. Karena dari tempat beliau berdiri dapat memandang ke segala araha, akhirnya daerah itu dinamakan kampung panembong. Nama Panembong berasal dari bahasa Sunda "katembong" yang artinya terlihat.
Walaupun sudah melewati berbagai tempat Rd. Wira Manggala masih belum puas karena belum menemukan tempat yang sesuai dengan apa yang diamanatkan ayahandanya. Namun walau demikian Rd. Wira Manggala merasakan bahwa daerah yang dituju sudah dekat. Setelah merasa cukup di dataran tinggi itu, rombongan meneruskan menuju dataran rendah. Di dataran rendah ini rombongan berjalan kembali. disepanjang perjalanan yang dilaluinya banyak pohon salak dan pohon kopi. Rombongan itu sangat semangat karena mereka bisa memakan salak dan kopi oleh karena itu tempat itu dinamakan kampung salakopi. Nama itu diambil dari pohon salak dan kopi yang ditemukan sepanjang perjalanan.
Dari kampung salakopi, rombongan melanjutkan perjalanan. Namun karena hari sudah menjelang sore, rombongan mencari tempat untuk beristirahat. Tak jauh dari daerah dataran rendah itu, terdapat sungai yang tidak terlalu besar. Di daerah itu rombongan yang sudah mulai kelelahan mencari tempat beristirahat. Setelah menemukan tempat yang nyaman untuk beristirahat, rombongan mulai beristirahat. Tempat baru yang digunakan untuk beristirahat rombongan akhirnya dinamakan kampung pasarean. (Dalam Bahasa Indonesia, pasarean artinya tempat beristirahat).
Setelah menemukan tempat yang sesuai dengan yang diamanatkan Rd. Wira Manggala dan rombongan akhirnya menetap dan tinggal dengan nyaman. Sampai akhirnya pada tahun 1690 dibangunlah kademangan Pamoyanan. Daerah pamoyanan merupakan daerah yang sesuai dengan petunjuk dari ayahnya. Disekitar Pamoyanan terdapat sungai yang cukup besar. Sungai yang menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat setempat. Sampai sekarang sungai itu dinamakan sungai cianjur dan akhirnya daerah Pamoyanan diberiakan nama "Pamoyanan Tepising Cianjur."
Rd. Wira Manggala menjadi pimpinan di daerah Pamoyanan. Pertumbuhan dan perkembangan rakyatnya sangat pesat. Kemajuan daerahnya membuat banyak rakyat dari Cibalagung yang pindah ke daerah Pamoyanan. Karena keberhasilannya membangun pamoyanan, rakyatnya memberikan gelar kepadanya menjadi Rd. Aria Wiratanu II. Beliau juga menjadi Dalem Sunda Kilem (Sunda Kulon). Daerah dimana diberikannya gelar pada beliau disebut Kampung Gelar.
Namun pusat pemerintahan yang baru tidak pernah ditempati Dalem Tarikolot karena beliau tutup usia sebelum pindah pusat pemerintahan.