Pada zaman dahulu tidak lama setelah penjajah Belanda berada di daerah di kaki Gunung Salak, tepatnya di Ujung Barat Sukabumi, terdapat seorang Belanda bernama Cholle. Cholle disebut juga seorang tuan Kawasa karena Cholle orang yang memiliki kekuasaan. Cholle atau tuan Kawasa membuat sebuah perkebunan teh yang dinamai Parakansalak. Nama Parakansalak disebut berasal dari bahasa Inggris yaitu Park Land Lake in Salak.
Di suatu sore yang indah, Cholle melihat sebuah mata air salah satunya air Cikahuripan. Cholle begitu senang melihat keindahan tersebut. Ia berkata, “Betapa indahnya lembah ini, bukan hanya untuk penyediaan air yang sangat jernih, tapi juga akan bagus sekali apabila dijadikan sebuah objek wisata.”
Ia mempunyai seseorang yang dipercayai bernama Pak Mules atau Ama Mules. Ia memerintah kepada Pak Mules untuk membangun sebuah tanggul di sekeliling lembah. Kemudian dibangunlah tanggul itu. Di dalam proses pembangunan tanggul itu, Ama Mules mendapatkan berkali-kali kesulitan terlebih sejak ia bentrok dengan seekor monyet dan ular sakti. Sehingga pada akhirnya tanggul tersebut roboh dan menyebabkan kerugian yang amat besar.
Tuan Cholle merasa kecewa. Melihat kekecewaan di wajah tuannya, Ama Mules merasa prihatin padanya. Kemudian ia mendatangi temannya yang menguasai sebuah kampung yang bernama Cijambe letaknya berada di daerah Cicurug, yaitu Ama Imor.
Ama Mules berkata, “Imor, tahukah engkau bahwa aku sedang gagal dan merasa prihatin karena tidak bisa membangun bendungan di lembah itu.”
Imor mendesah sambil menjawab, “Aku bisa membantumu tapi kamu harus memenuhi semua syaratku.”
“Apa syaratnya?” tanya Ama Mules.
Ternyata Ama Mules harus menikahi seorang wanita bernama Nyi Andar Cahya. Wanita itu tidak memiliki suami karena suaminya terbunuh ketika Ama Mules bentrok dengan monyet dan ular itu.
“Kau harus meminta maaf kepada Nyi Andar Cahya dan bertanggung jawab.”
Kemudian Ama Mules menikahi Nyi Andar Cahya dan memohon keridhoannya untuk membangun tanggul di lembah tersebut. Dengan keridhoannya, tanggul tersebut dibangun lagi dengan sungguh-sungguh tanpa ada kesulitan.
Tuan Cholle merasa puas dan gembira dengan pekerjaan Ama Mules. Kini lembah tersebut menjadi danau atau situ dengan air yang jernih, hutan pinus dan perkebunan teh yang indah. Situ itu berubah menjadi seanggun Nyi Andar Cahya.
Namun tiada gading yang tak retak, tiadalah yang sempurna dan kekal di dunia ini. Sejak kedatangan penjajah Jepang, situ itu dibagi menjadi dua bagian yaitu barat dan timur. Namun pada tahun yang sama, dibagian barat terkena longsor kemudian menjadi dangkal.
Seiring berjalannya zaman, situ itu dinamai “Sukarame” karena banyak sekali pengunjung yang datang ke sana untuk rekreasi.
Sumber dari buku “Kumpulan Dongeng Sunda Kabupaten Sukabumi” oleh Toto Sugiarto, Kantor Perpustakaan Umum Daerah Kabupaten Sukabumi.