Aku mendengar cerita ini dari Ibuku, cerita tentang hantu yang bermain dengan dunia kita. Sebut saja hantu itu Madris, agar ia tidak terusik saat sekarang aku akan menceritakannya. Peristiwanya sudah lama sekali. Sekarang Madris tak lagi diperbincangkan di kalangan anak-anak masjid, hanya sebatas menjadi peringatan para orang tua kepada anak-anaknya yang bermain terlalu sore. Ketahuilah bahwa Madris itu benar-benar ada. Mari kita mulai ceritanya.
Kejadian ini terjadi di daerah Kecamatan Rajadesa, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat tepatnya di kampungku yang terdapat di wilayah Tanjungsukur di Dusun Cileueur, sekitar 40 tahun ke belakang. Waktu itu aku belum lahir. Kudengar cerita ini dari Ibuku, waktu itu usia ibu sekitar 13 tahun. Ibuku tahu cerita ini dari pamanku karena pamankulah yang pernah menjadi teman bermain hantu Madris tersebut. Dulu ketika anak-anak datang ke masjid, mereka sering menginap di sana, salah satunya pamanku. Tak ada kejadian apapun memang, tetapi selang waktu beberapa lama mereka sering menginap, Madris mulai dirasakan keberadaannya.
Bermula ketika anak-anak sering bermain di dalam masjid, sehingga mungkin mengusik hantu Madris dan membuat Madris ingin ikut bermain dengan anak-anak tersebut.
Waktu itu anak-anak sedang berkumpul untuk menginap seperti biasa di masjid. Sebelum tidur mereka bermain berlari-larian. Pada saat mereka tidur, Madris mulai mengganggu mereka hingga ada satu orang dari anak-anak tersebut yang Madris bawa pergi, namanya Ardi. Madris membawa Ardi ke tempat yang tidak jauh dari area masjid. Saat pagi tiba Ardi sudah ditemukan di madrasah dekat masjid tersebut. Waktu itu memang belum dipertanyakan, kenapa Ardi tiba-tiba sudah ditemukan di madrasah di dekat mesjid tersebut, karena bisa jadi anak tersebut berjalan sambil tidur.
"Aku memang sudah curiga waktu itu, pastinya ada sesuatu yang menyebabkan Ardi tersebut tiba-tiba sudah ditemukan di dekat madrasah. Tetapi, mengapa orang di kampung ini tidak ada yang percaya.” Kata pamanku pada waktu itu. Kejadian itu akhirnya dilupakan setelah beberapa hari.
Pada suatu malam, pamanku seperti biasa menginap di masjid. Anak-anak berlari-larian ke sana ke mari di sekitar masjid. Mungkin waktu itu Madris mulai terusik dengan bermainnya anak-anak tersebut sehingga pada suatu malam, ada salah satu anak yang diseret oleh Madris, namanya Agus. Cukup mengerikan memang karena saat itu Agus sedang tidur, lalu Madris menyeretnya ke dekat mimbar. Pernyataan itu dikatakan oleh salah satu temannya Agus yang menginap juga di masjid namanya Asep, katanya “Anehnya? Geuning urang sore ningal si Agus teh keur sare jiga disered kitu, ngan anehna euweuh nu nyekelan da, urang teh teu pati mikiran iyeuh, da so’alna harita urang teh lulungu, jaba teu kuat tunduh, nya urang teh tuluy sare deui we.”
Maksudnya, ketika Asep sedang tidur, dia melihat temannya yang bernama Agus terlihat seperti diseret oleh seseorang, tetapi tak ada siapapun yang menyeretnya. Karena keadaan Asep yang saat itu sangat mengantuk, jadinya dia tidak terlalu memikirkan Agus yang saat itu sedang diseret ke dekat mimbar. Pernyataan dari Asep menjadi trending topik di kampungku waktu itu. Para orang tua anak-anak yang sering menginap di masjid mulai resah setelah adanya kejadian yang memperkuat pernyataan dari anak-anak masjid yang sering menginap di masjid, yaitu ketika Ardi yang tiba-tiba sudah berada di madrasah dekat masjid.
Namun waktu itu belum diperkirakan apa yang menyebabkan Agus yang diseret ke dekat mimbar, sehingga belum ada penanggulangan terhadap kejadian itu.
Anak-anak yang sering menginappun sudah mulai berkurang setelah adanya kejadian itu. Namun sebagian dari anak-anak yang sering menginap, mereka tidak percaya akan adanya kehadiran Madris yang mengganggu anak-anak tersebut, hanya sebagian saja yang mulai takut akan hantu itu, salah satunya pamanku.
Hingga pada suatu malam, sebagian dari anak-anak yang menginap tersebut tidak kapoknya mereka terus bermain, berlari-larian ke sana ke mari, sampai-sampai mungkin kelakuan mereka di dalam masjid sangat mengusik Madris. Pada saat mereka sudah tidur, dua anak dari mereka yang menginap diganggu oleh Madris, namanya Bibin dan Ikin. Waktu itu Madris membawa Bibin ke puncak menara yang ada di dekat mesjid, dan menara itu cukup tinggi, sehingga cukup mustahil jika anak umur 13 tahun bisa naik ke atas menara tanpa menggunakan tangga. Sedangkan Ikin dibawa Madris ke lubang bedug mesjid, itupun cukup mustahil, karena dengan keadaan Ikin yang sangat penakut, apalagi bedug itu terletak di samping kuburan yang terdapat di belakang masjid. Kejadian itu cukup mengagetkan, sehingga membuat seluruh warga di kampungku mulai mempercayai adanya hantu. Warga kampung menyebutnya hantu Madris, dikarenakan masjid itu terletak di samping madrasah, itulah yang menjadi awal mula hantu itu dinamakan Madris.
Setelah adanya kejadian itu, tak ada anak-anak yang menginap lagi di masjid, karena mereka semua takut mengalami hal yang didapatkan anak-anak yang menginap di masjid. Asal kalian tahu saja, Madris tidak mengganggu orang yang menginap di masjid, tetapi mereka mengganggu anak-anak yang bermain di dalam masjid, siapapun mereka yang bermain di dalam masjid entah itu menginap ataupun tidak, pastinya ia akan merasakan hal yang berbeda, merasakan akan kehadiran Madris yang terganggu oleh mereka yang bermain-main di dalam masjid.
Maka, setelah itu para ustadz di kampungku mulai sering mengadakan pengajian-pengajian, ataupun beribadah secara berjamaah dalam rangka untuk menghilangkan hal-hal gaib yang terdapat di dalam masjid. Para ustadz pun memberikan peringatan bahwa ketika malam hari masjid tidak boleh dalam keadaan gelap, karena itu akan mendorong para jin-jin dan setan-setan untuk masuk ke sana dan menjadi penghuninya, karena jin dan setan menyukai tempat yang gelap. Maka setelah kejadian itu masjid mulai dipergunakan sebagaimana mestinya, seperti untuk beribadah, mengaji dan pengajian-pengajian, hingga akhirnya dibangun pesantren. Penggunaan masjid sebagai sarana ibadah akhirnya membuat hantu yang ditakuti masyarakat tidak terdengar lagi sampai sekarang.
Kita harus percaya terhadap hal yang gaib, tetapi harus mengimbangi pula dengan bagaimana Allah memerintahkan untuk memercayainya sebagaimana mestinya, bukan malah menjadi panutannya, apalagi menyembahnya, karena itu adalah perbuatan musyrik.
Dari cerita di atas kita dapat tahu bahwa masjid ataupun tempat-tempat beribadah apa saja harus dipergunakan sebagaimana mestinya, bukan untuk bermain, tetapi untuk beribadah kepada Tuhan, sehingga tempat itu harus dimuliakan, disucikan karena tempat beribadah ialah tempat seorang hamba menghadap Tuhannya yang Maha Mulia dan Maha Suci.