Ihat Solihat

Kuda Kosong

  

Tiga orang sedang berkumpul membicarakan sebuah surat yang baru saja diterima. Mereka adalah tiga orang bersaudara putranya R.A. Jayasasana yang merupakan orang nomor satu di Cianjur. R.A. Jayasasana seorang yang pintar oleh ilmu agama Islam. Dalem Tarikolot yang merupakan anak tertua yang memimpin Cianjur, dibantu dua orang adiknya yaitu Rd. Natadimanggala yang terkenal ahli sastra, budayawan, yang cerdas dan ramah kepada siapapun. dan Rd. Wiradimanggala yang bergelar Aria Cikondang ahli bela diri yang tak ada bandingnya. 

Dalem Tarikolot mengajak adik-adiknya berunding membicarakan surat yang datang dari kerajaan Mataram. Isi suratnya menghendaki agar Cianjur tunduk, dan harus mengirimkan upeti kepada kerajaan Mataram, dan itu berarti daerah Cianjur harus masuk ke daerah jajahan Kerajaan Mataram. 

Dalam percakapan itu terdengar usul Dalem tarikolot dengan suara berat. 

“Kita harus menghadap Mataram!”

Seketika wajah Rd. Aria Cikondang memerah, menolak usul yang diberikan kakak tertuanya. Spontan terdengar suaranya menahan marah. 

“Siap perang melawan segala tantangan dari Mataram!”

Kedua kakaknya hanya tersenyum mendengar perkataan adiknya. Mereka mengerti bagaimana perasaan adiknya, namun Mataram bukan kerajaan kecil yang bisa dilawan begitu saja. Percakapan terus berlanjut sampai akhirnya mereka bertiga memutuskan untuk mengirimkan utusan ke Mataram. Strategi yang digunakan sesuai dengan musyawarah yaitu menggunakan jalur politik atau diplomasi. 

Diputuskan untuk mengirimkan surat yang disusun sedemikian rupa, sehingga bila dibaca raja Mataram akan menimbulkan rasa simpati yang dalam. Surat ditulis oleh Aria kidul, karena memang sudah mahir dalam sastra. Surat yang dibuat dalam bahasa Jawa Sanskerta menggunakan pupuh dangdanggula, sekarang surat itu terkenal dengan sebutan “Serat Kalih” 

Isinya adalah;

Serat kalih miwah pangabakti,

Medal saking iklasing wedaya,

Abdi Dalem Sunda Kilen 

Kang Dahat budi panggung,

Kang tetanggga pasiten Gusti

Kita ing Pamoyanan

Tepising Cianjut, Aria Wiratanu II

Mugi kongjuking dalemaken jeng Gusti,

Sinuhung Mataram,

Sasampuning kadija sampun iki.

Gebal Dalem ngaosaken raga,

Nagara, miwah isine,

Pitik kawake katur

Pan sumangga keresaning Gusti

Kaula dharma tengga,

Ayahan pukulun,

Seja ulun kumawula

Siang dalu, mung nyandong dawuh jeng Gusti

Sumangga raga pasrah

Surat Kalih sangat indah isinya, yaitu memasrahkan negara kecil beserta isinya. Namun bila dilihat lagi isinya yaitu menggambarkan patriotisme. Bahwa Kadaleman Pamoyanan mengaku hormat pada kerajaan Mataram. Namun apa yang bisa disumbangkan oleh negara kecil Cianjur yang baru saja berdiri. Walaupun kecil tetapi bila ada bangsa lain yang menjajah, sebelum hancur lebur negara kecil itu akan melawan sampai darah penghabisan. 

Melihat isi surat itu Dalem Tarikolot tersenyum puas. Selain dari surat itu, Dalem tarikolot juga menitipkan upeti berupa simbol yaitu, tiga biji pare, tiga biji merica (lada), dan tiga biji lombok. Makna dari simbol upeti itu adalah tiga biji padi menggambarkan rakyat Cianjur yang masih sedikit. Tiga biji merica menggambarkan hasil rempah-rempah yang memang masih sedikit. Dan tiga biji lombok yang artinya walaupun sedikit atau kecil pasti tidak akan tinggal diam seandainya ada yang mengganggu.

Setelah segala sesuatunya beres maka Dalem Tarikolot meyuruh Aria kidul menjadi utusan ke Mataram. Sebelum keberangkatan Aria Kidul ke Mataram, diadakan dulu pengajian Al Quran sebagai salah satu do’a kepada Allah SWT agar diselamatkan dalam perjalanan panjangnya selama kurang lebih tiga bulan. 

Bersama para punggawa, Aria Kidul berangkat dengan menggunakan transportasi kuda. Perjalanan yang panjang itu akan banyak gangguan yang terjadi. Perjalanan yang dilaluinya merupakan perjalanan panjang melalui hutan belantara yang belum pernah dilalui manusia. 

Akhirnya rombongan sampai gerbang kerajaan Mataram, para pengawal memeriksa rombongan Aria Kidul. Setelah diberikan penjelasan tentang tujuan ke Mataram. Tidak lama kemudian setelah pengawal mempersilakan Aria kidul menghadap Sunan Mataram. Aria Kidul sangatlah menggunakan etika ketika menghadap. Dengan penuh hormat, Aria Kidul menuju Sunan Mataram dengan berjalan sambil jongkok. Kemudian menyembah dan menundukkan kepala sambil menyampaikan tujuannya datang ke Mataram. Akhirnya surat dari Dalem Tarikolot diberikan kepada Sunan Mataram yang waktu itu bergelar Amangkurat II. 

Setelah membaca surat, Sunan Mataram terlihat sedih, matanya terlihat basah. Beberapa waktu Sunan Mataram hanya terdiam melihat persembahan yang diberikan secara simbol dari Dalem Tarikolot. Sunan Mataram juga sangat terkesan dengan penampilan Aria Kidul yang begitu sopan, juga tutur katanya yang lemah lembut menggunakan bahasa sansekerta. Seketika Sunan Mataram tersenyum dan akhirnya mau menerima persembahan dari Dalem Cianjur Rd. Wiratanu II.

Di depan para tamu yang lain, Sunan Mataram berkata dengan lantang bahwa Sunan Mataram menerima persembahan Dalem Cianjur Rd. Wiratanu II, yang sudah diberikan oleh adiknya yaitu Aria Kidul.

Sebagai bukti, Sunan Mataram memberikan keris pusaka miliknya untuk Dalem Cianjur. Keris pusaka itu menggunakan logo kerajaan Mataram yang sangat indah, yang mengandung arti bahwa keris itu sangat dihormati. Selanjutnya Sunan Mataram mengeluarkan maklumat bahwa Cianjur merupakan keluarga kerajaan. Oleh karena itu siapa saja yang memusuhi Cianjur, harus menghadapi Mataram. Selain keris, ada hadiah lain yang diberikan yaitu bibit tanaman Samparantu dan seekor kuda yang hitam dan gagah.

Akhirnya Aria Kidul pamit, dipinggangnya terselip keris pusakan Kerajaan Mataram. Keris yang sangat ditakuti oleh semua penjahat. Sehingga dalam perjalanan pulangnya Aria Kidul tidak mendapat gangguan, tidak seperti ketika berangkat ke Mataram. Hampir setiap orang yang berpapasan dengan Aria Kidul memberikan salam hormat kepadanya, karena terselipnya keris pusaka kerajaan mataram di pinggangnya. 

Akhirnya sampailah rombongan Aria Kidul kembali ke Cianjur. Dalem Tarikolot mengadakan acara penyambutan kepada rombongan. Ketika rombongan Aria Kidul telah sampai di batas Cianjur, rakyat Cianjur senang sekali melihat kedatangannya. Rakyat berbondong-bondong melihat rombongan yang telah sampai. Sepanjang jalan telah dipenuhi oleh rakyat yang ingin menyaksikan kedatangannya, bahkan ada sebagian yang masuk dalam rombongan, sehingga tak terasa rombongan semakin panjang. Selain mereka ikut dalam rombongan, mereka membawa segala macam alat untuk dibunyikan. 

Sepanjang perjalanan rombongan Aria kidul membawa kuda hitam lengkap dengan aksesoris kerajaan Mataram. Akhirnya rombongan sampai di gerbang pendopo Cianjur, disana Dalem Tarikolot sudah menunggu adiknya, mereka berpelukan untuk melampiaskan kebahagiaannya, demikian juga dengan yang lain, mereka saling berangkulan. Selesai melepas rasa kangen, Aria Kidul menceritakan perjalanannya ke Kerajaan Mataram, juga dengan pemberian dari Sunan Mataram. 

Malamnya diadakan syukuran kepada Allah Yang Maha Kuasa. Banyak para pejabat Cianjur yang diundang. Mulai dari waktu itu setiap ada acara hari besar Agama Islam dan acara upacara kenegaraan, maka diadakan pawai kuda kosong hadiah dari Sunan Mataram. Kuda itu sengaja tidak ditunggangi seperti Aria Kidul membawanya dari Mataram ke Cianjur, lengkap dengan aksesoris kerajaan Mataram. 

Akhirnya, sampai sekarang ketika perayaan kemerdekaan RI, selalu di adakah pawai kuda kosong. Rakyat Cianjur sangat senang dengan keberadaan kuda kosong. 


PENULIS

Ihat Solihat

ASAL CERITA

BAHASA

Bahasa Indonesia

KATEGORI

Cerita Rakyat

LABEL

kuda kosongcianjur
Favorit
v: 2.2.1